Ulasan Pasar per 30 September 2021

Menutup bulan September (30/9), IHSG ditutup menguat 2.02% atau 124.389 poin ke level 6.286,943, dimana asing mencatatkan penjualan bersih Net Foreign (All Market) -3.85 T, Net Foreign Buy (RG Market) 1.94 T, Net Foreign (NG+TN) -5.80 T. Penutupan ini membawa indeks berada di jalur hijau dua hari beruntun sejak hari sebelumnya, serta membawa performanya naik dalam sepekan (2,35 %) dan year to date (5,15 %).

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 1,59 persen ke 33.843,92, sedangkan indeks S&P 500 melemah 1,19 % ke 4.307,54 dan Nasdaq Composite turun 0,44 % ke 14.448,58. Sepanjang bulan September, indeks Dow Jones melemah 4,4 %, sedangkan S&P 500 melemah 4,89 % dan Nasdaq Composite anjlok 5,35 %.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi periode September 2021 terjadi deflasi -0,04% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), sementara dibandingkan September 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi adalah 1,6%. Kemudian inflasi tahun kalender adalah 0,8%.

LPS pada Rapat Dewan Komisioner (RDK) menetapkan kebijakan untuk menurunkan tingkat bunga penjaminan LPS bagi Bank Umum dan BPR masing masing sebesar 50 bps untuk rupiah dan 25 bps untuk simpanan valas di Bank Umum. Keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan arah suku bunga pasar yang menurun, kondisi makro ekonomi dan SSK yang terkendali, serta prospek likuiditas perbankan yang stabil dan cenderung tetap longgar. Dengan demikian, tingkat bunga penjaminan untuk rupiah Bank Umum di 3,50% dan valas di 0,25%

Composite PMI China di September 2021 tercatat berada dilevel 51,7, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya di 48,9. Kembalinya composite PMI ke zona ekspansi tersebut didukung oleh kenaikan pada komponen non-manufacturing PMI yang juga kembali di zona ekspansi dilevel 53,2 (cons: 49,8, prior: 47,5), diatas estimasi. Namun, manufacturing PMI justru tercatat turun ke zona kontraksi yakni dilevel 49,6 (cons: 50,0, prior: 50,1), dibawah estimasi konsensus

Tingginya tingkat inflasi di Amerika Serikat (AS), menyebabkan pelaku pasar melihat tingkat imbal hasil obligasi masih lebih rendah dari realitasnya mengakibatkan imbal hasil US Treasury bergerak naik hingga ada pada level 1.5% pada minggu ini. Ekspekasi kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate mengakibatkan menguatnya nilai tukar dollar Amerika Serikat (US$) karena adanya aliran dana kembali ke pasar AS, dan pelaku pasar global meninggalkan aset-aset emerging market, seperti antara lain pasar SBN Indonesia, dan mengkonversi hasil penjualan aset-aset tersebut ke US$.